Ulama Konservatif, Ebrahim Raisi Terpilih Jadi Presiden Iran
Ebrahim Raisi
Gambar : Ulama konservatif dengan rekam jejak kontroversi HAM, Ebrahim Raisi, terpilih menjadi presiden Iran setelah menang telak dalam pemilihan umum pada Sabtu (19/6). (AFP/Atta Kenare)
CNN Indonesia | Minggu, 20/06/2021 02:00 WIB
Jakarta, CNN Indonesia--Ulama konservatif dengan rekam jejak kontroversi HAM, Ebrahim Raisi, terpilih menjadi presiden Iran setelah menang dalam pemilihan umum pada Sabtu (19/6).
Melalui pernyataan resmi yang dikutip AFP, Menteri Dalam Negeri Iran, Abdolreza, Rahmani, Fazli, mengumumkan bahwa Raisi menang pemilu dengan meraih 61,95 persen suara.
Berdasarkan data Kemendagri Iran, pemilu yang digelar pada Jumat (18/6) ini merupakan pesta demokrasi dengan jumlah pemilih terendah dalam sejarah negaranya.
Dari 59 juta warga pemegang hak suara, hanya 48,8 persen di antaranya yang ikut serta dalam pemilihan umum.
Baca juga:Pemungutan Suara di Iran Usai, Partisipasi Rendah Menghantui |
Dengan hasil ini, Raisi dipastikan menjadi pengganti Presiden Hassan Rouhani yang lengser setelah menjabat dua periode.
"Saya memberikan selamat kepada rakyat atas pilihan mereka," ujar Rouhani seperti dikutip AFP.
Raisi naik takhta di tengah sejumlah situasi penting, salah satunya perundingan kembali dengan Amerika Serikat terkait perjanjian nuklir Iran.
Kedudukan seorang presiden Iran memang tidak setinggi Pemimpin Tertinggi Ayatollah Ali Khamenei. Namun, presiden memiliki pengaruh signifikan dalam menangani kebijakan industri hingga urusan luar negeri.
Meski minim pengalaman politik, Raisi merupakan kepala kehakiman Iran yang dikenal dengan kebijakan eksekusi massal ribuan tahanan pada akhir 1980-an.
Media lokal menganggap pria yang kerap memakai sorban hitam itu sebagai penerus Pemimpin Tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei. Raisi memang merupakan anak didik Khamenei saat mengenyam pendidikan seminari di Qom.
Lahir pada 1960 di desa dekat kota suci Masyhad, Raisi bergabung dengan kantor jaksa di Masjed Soleyman setelah revolusi Islam 1979. Sejak itu, ia memimpin kantor kejaksaan di sejumlah daerah.
Raisi pernah mencalonkan diri sebagai presiden dalam pilpres 2017 dan bersaing dengan Rouhani. Namun, ia kalah dengan hanya meraup 38 persen dukungan.
Ia termasuk dalam kubu ultrakonservatif yang tidak percaya Amerika Serikat. Ia bahkan kerap menganggap AS sebagai "Setan Besar".
Raisi juga merupakan salah satu oposisi Presiden Hassan Rouhani, yang memiliki pendekatan lebih moderat terhadap bangsa Barat, terutama AS.