Naikkan Standar Keilmuan, IKANU: Pembatasan Kuota Studi Mesir Sangat Tepat
Studi Mesir
Gambar : Sekretaris Jenderal (Sekjen) Ikatan Keluarga Alumni NU Mesir (IKANU) KH Anis Masduki. Foto/Ist
Sucipto, Minggu, 16 Mei 2021 - 18:58 WIB
JAKARTA - Ikatan Keluarga Alumni NU Mesir (IKANU) mendukung kebijakan pembatasan kuota mahasiswa Indonesia ke Timur Tengah, termasuk Universitas Al Azhar Mesir .
Sekretaris Jenderal (Sekjen) IKANU KH Anis Masduki mengatakan, pembatasan itu dilakukan dengan menaikkan standar kompetensi keilmuan, menguji komitmen wawasan kebangsaan serta nilai-nilai Islam moderat (wasathiyah) yang menjadi visi dan misi Al-Azhar itu sendiri.
Baca juga: 20 Besar Kampus yang Lolos Pendanaan PKM Kemendikbudristek, UGM Terbanyak
Menurut Gus Anis, sapaan akrab Anis Masduki, tiga variabel itu penting sebagai bagian dari strategi untuk menjaminkan calon mahasiswa yang berangkat ke Timur Tengah dengan memanfaatkan fasilitas negara dan menikmati beasiswa Al-Azhar adalah delegasi bangsa yang nantinya akan memperkuat eksistensi dan kontribusi agama dalam pembangunan nasional dan memiliki wawasan kebangsaan yang kuat ketika kembali ke Tanah Air.
”Selama ini, nyatanya banyak terjadi calon mahasiswa yang berangkat ke Mesir justru tidak belajar moderatisme Al Azhar dan pulang ke Tanah Air justru membawa doktrin yang kontradiktif dengan nilai-nilai kebangsaan sebagaimana telah dibangun pendiri Indonesia,” ujarnya, Minggu (16/5/2021).
Baca Juga:
- Kemenag Terjunkan Ahli Falak di 88 Titik untuk Rukyatul Hilal 1 Syawal 1442 H
- Salat Idul Fitri di Tengah Pandemi, Simak Penjelasan MUI di iNews Siang Selasa Pukul 11.00 WIB
Di samping itu, kata Gus Anis, seleksi dan pembatasan kuota penerimaan mahasiswa sangat dibutuhkan saat ini mengingat jumlah mahasiswa Indonesia yang berada di Timur Tengah, terutama Mesir, sudah cukup banyak. “Bahkan di antara mereka banyak yang mengalami disorientasi karena tidak lagi memiliki komitmen belajar. Mereka justru bekerja dengan mengabaikan tujuan dan kewajiban belajar selama di perantauan,” ujar dia.
Baca juga: Kemenag Umumkan Hasil Tes Seleksi Calon Mahasiswa Timur Tengah
Gus Anis menambahkan, pembatasan kuota calon mahasiswa yang akan belajar ke Timur Tengah, terutama Mesir, juga penting dilakukan supaya Kementerian Agama bisa menyaring calon mahasiswa berdasarkan kompetensi yang dibutuhkan, memperbaiki fungsi pembinaan, dan fokus pada peningkatan kualitas, bukan kuantitas. Dia menilai, maraknya mahasiswa Indonesia di Mesir yang mengalami disorientasi belajar, tidak sanggup menyelesaikan studi, bergabung dengan kelompok garis keras atau bahkan teroris, maka kebijakan Kementerian Agama kali ini layak untuk didukung dan diapresiasi.
Pelaksanaan seleksi yang transparan dan terbuka ini mendapatkan apresiasi jug dari banyak pihak. KH Abdul Ghofur Maemun yang juga alumni Al-Azhar Mesir misalnya, menyampaikan apresiasi yang mendalam dengan sistem seleksi yang transparan ini. “Saya menyampaikan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Kementerian Agama yang telah sukses menyelenggarakan seleksi calon mahasiswa Timur Tengah secara transparan dan terbuka, meskipun memang masih ditemui beberapa kendala, tapi masih sangat wajar. Apalagi mengingat ini pengalaman pertama seleksi ke Timur Tengah di masa pandemi,” tegas Kiai yang akrab dipanggil Gus Ghofur ini.
Hal senada juga disampaikan pengasuh Pondok Pesantren Daarul Rahman Jakarta yang juga alumni Al-Azhar, Mesir KH Muhammad Faiz Sukron Makmun. Baik Gus Ghofur maupun Gus Faiz menyatakan ijtihad Kementerian Agama ini sudah sangat tepat yakni menyeleksi duta terbaik yang akan belajar ke Mesir, bahkan sudah disesuaikan dengan skill khas Indonesia yakni kemampuan baca kitab kuning.
Seperti diketahui, pada 11 Mei 2021, Kementerian Agama mengumumkan hasil seleksi penerimaan calon mahasiswa baru yang akan belajar ke Mesir dan Maroko. Sebanyak 1.524 peserta seleksi dinyatakan lolos program non beasiswa dan 20 peserta lolos program beasiswa Al-Azhar Mesir, sedangkan 30 peserta dinyatakan lolos beasiswa Maroko. Adapun total peserta seleksi hampir mencapai 6.000 peserta. Dengan begitu ada sekitar 4.000 peserta lebih yang harus menanggalkan harapan melanjutkan belajar ke Timur Tengah.
(mpw)