Jelang Akhir PPKM, Pakar Ingatkan Potensi Lonjakan Kematian
Potensi Lonjakan Kematian
Gambar : Suasana pemakaman jenazah pasien Covid-19 di TPU Rorotan, Jakarta, Jumat (16/7/2021). (CNN Indonesia/Adi Maulana)
CNN Indonesia | Minggu, 25/07/2021 06:31 WIB
Jakarta, CNN Indonesia -- Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Tjandra Yoga Aditama mengingatkan pemerintah untuk mengantisipasi kenaikan jumlah kematian akibat virus corona apabila Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) diputuskan untuk dilonggarkan beberapa hari ke depan.
Hal itu ia sampaikan sebagai masukan yang bisa diambil pemerintah jelang berakhirnya PPKM level 4 pada 25 Juli besok.
Lihat Juga :
Kematian Covid Cetak Rekor Tiga Hari Berturut, Tembus 1.566
"Dalam hal ini tentu perlu untuk diantisipasi kemungkinan kenaikan kematian lagi kalau PPKM dilonggarkan. Kita tahu bahwa kalau kematian sudah dengan sedih terjadi maka hal ini tidak dapat dikembalikan lagi," kata Tjandra dalam keterangan resminya, Sabtu (24/7).
Tjandra mengatakan bahwa angka kematian di Indonesia akibat virus corona masih tinggi dan meningkat. Bahkan, tercatat lebih 1.500 orang meninggal dunia dalam sehari dengan penerapan PPKM sekarang ini.
Melihat hal itu, Tjandra menilai situasi Indonesia saat ini masih membutuhkan pembatasan sosial dan pembatasan pergerakan untuk menekan angka penularan virus corona.
"Maka situasi Indonesia sekarang memerlukan "Public Health and Social Measure (PHSM)" yang ketat (stringent), tentu dalam bentuk pembatasan sosial dan pembatasan pergerakan," kata Tjandra.
Lebih lanjut, Tjandra mengatakan perlu dihitung pelbagai dampak yang terjadi bila pemerintah hendak melakukan pelonggaran. Pertama, para korban yang mungkin akan jatuh sakit dan bahkan meninggal.
Kedua, beban Rumah Sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes). Terakhir, kemungkinan akan berdampak pada roda perekonomian bila kasus semakin naik dan tidak terkendali.
Lihat Juga :
Dinkes DKI Ungkap Penyebab 1.214 Orang Meninggal Saat Isoman
"Jangan sampai pelonggaran diberikan karena alasan ekonomi dan lalu situasi epidemiologi jadi memburuk maka dampak ekonominya malah bukan tidak mungkin jadi lebih berat lagi," ujar dia.
Lebih lanjut, Tjandra mengusulkan ada beberapa penyesuaian-penyesuaian yang bisa dilakukan pemerintah. Di antaranya, sektor formal yang menerima gaji bulanan diminta tetap berada rumah selama dua minggu. Sebaliknya, sektor informal mulai dilonggarkan asalkan dengan kriteria yang tidak memiliki kontak dekat langsung dengan pelanggan.
Alternatif lainnya yakni sektor informal mulai dilonggarkan bertahap. Namun sektor esensial dan kritikal yang beroperasi hanya yang dalam bangunan tersendiri.
"Jangan yang di dalam gedung bersama, karena kalau dalam gedung bersama maka petugas gedung juga terpaksa harus masuk padahal hanya sebagian kecil gedung yang ada sektor esensial/kritikal," kata dia.
"Penyesuaian lainnya yakni tetap menerapkan dalam bentuk PPKM seperti sekarang, namun semua sektor terdampak mendapat bantuan sosial," kata dia.
Selain itu, Tjandra menilai potensi penularan di masyarakat masih sangat tinggi belakangan ini. Hal itu dibuktikan dengan angka positivity rate dalam beberapa hari terakhir masih sekitar 25 persen. Selain itu, Indonesia juga masih berhadapan dengan varian Delta yang angka reproduksinya dapat sampai 5,0-8,0.
"Artinya, sehingga pembatasan sosial masih amat diperlukan untuk melindungi masyarakat kita dari penularan dan dampak buruk penyakit Covid-19," kata dia.
Lihat Juga :
Lapor Covid-19: 2.490 Warga Meninggal Isoman, DKI Terbanyak
Pada Jumat (23/7), angka kematian akibat Covid-19 di Indonesia kembali mencetak rekor dengan 1.566 kasus. Jumlah ini menjadikan Indonesia mencatat rekor kematian tiga hari berturut-turut.
Infografis - Poin-poin PPKM Darurat Jawa-Bali. (CNN Indonesia/Astari Kusumawardhani)
(rzr/pmg)