Habib Gerindra Minta Pasal Hina Presiden di RKUHP Dialihkan
Pasal Hina Presiden
Gambar : Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Gerindra Habiburokhman meminta pemerintah tak memasukkan pasal penghinaan presiden dalam Rancangan Kitab Hukum Undang-undang Pidana (RKUHP). (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
CNN Indonesia | Kamis, 10/06/2021 03:50 WIB
Jakarta, CB=NN Indonesia--Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Gerindra Habiburokhman meminta pemerintah tak memasukkan pasal penghinaan presiden dalam Rancangan Kitab Hukum Undang-undang Pidana (RKUHP).
Habiburokhman mengaku tak suka dengan keberadaan pasal tersebut. Menurutnya, pasal penghinaan presiden itu seharusnya masuk dalam ranah perdata.
Baca juga:Yasonna soal Pasal Penghinaan Presiden RKUHP: Mengkritik Sah |
"Saya ini pegel juga selalu ditanya pasal 219 di RKUHP penghinaan presiden. Saya dari dulu paling benci ini pasal. Saya rasa, kalau saya ditanya, baiknya dialihkan ke ranah perdata saja," ujar Habiburokhman dalam Rapat Kerja Komisi III dengan Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly di Gedung DPR, Rabu (9/6).
Habiburokhman menyebut penyelesaian masalah penghinaan terhadap presiden baiknya lewat ranah hukum perdata, sehingga tidak melibatkan kepolisian dan Kejaksaan Agung yang masuk dalam rumpun eksekutif.
Tidak hanya itu, kata Habib, selama ini penggunaan pasal penghinaan presiden dianggap banyak pihak disalahgunakan untuk 'menghabisi' pihak-pihak yang berseberangan dengan pemerintah.
"Tuduhan bahwa pasal ini digunakan untuk menghabisi orang-orang yang berseberangan dengan kekuasaan akan terus timbul," ujarnya.
"Seobjektif apapun peradilannya, karena kepolisian dan kejaksaan masuk dalam rumpun eksekutif," lanjutnya.
Baca juga:Saksi Akui Diminta Kemensos Beli Goodie Bag Bansos PT Sritex |
Sebelumnya, draf RKUHP terbaru membuka kemungkinan menjerat orang yang menyerang harkat serta martabat presiden dan wakil presiden melalui media sosial dengan pidana penjara selama 4,5 tahun atau denda paling banyak Rp200 juta.
Hal itu tertuang di Pasal 219 Bab II tentang Tindak Pidana Terhadap Martabat Presiden dan Wakil Presiden.
Sementara itu, penyerangan kehormatan pada harkat dan martabat presiden serta wakil presiden yang tidak melalui media sosial bisa dijerat dengan pidana penjara maksimal 3,5 tahun atau denda Rp200 juta. Hal itu tertuang di Pasal 218 ayat 1.
Di Pasal 218 ayat 2 kemudian dinyatakan bahwa tindakan tidak dikategorikan penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat jika dilakukan untuk kepentingan umum atau pembelaan diri.
(dmi/fra)